Judul: Berfilsafat dari Teori ke Konteks: Sebuah Usaha Membumikan Nalar Filsafat dalam Kontek Problematika Aceh
Penulis: Saifuddin Dhuhri
Editor:
Tebal: vi + 194 hlm.
Ukuran: 14 x 20 cm
Sinopsis :
Bukankah filsafat itu membosankan? Apalagi ilmu ini hanya membahas hal yang sangat abstrak, melangit dan tidak memiliki hubungan langsung dengan kebutuhan sehari-hari. Sudah menjadi kepercayaan umum bahwa ilmu filsafat adalah ilmu yang tidak ada mamfaat praktis sehingga masyarakat cendrung menghidarinya, apalagi mau belajar secara khusus dan menekuninya secara sungguh-sungguh. Berbeda dengan anggapan negatif di atas, buku ini membuktikan bahwa nalar berfilsafat tidak hanya berguna untuk memahami hal-hal yang teoritis saja, namun jauh dari itu ilmu filsafat sangat berguna untuk memahami realitas sehar-hari.
Dengan metode berfikir filsafat, buku ini akan mengupas problematika Aceh secara filosofis. Intinya, buku ini menyajikan bagaimana jika problematika Aceh dilihat dari perspektif filosof. Yaitu bagaimana Aceh dilihat dari ontologi, epistimologi dan aksiologi sebagai ruang lingkup ilmu filsafat. Dengan berpijak pada kerangka berfikir (framework) filsafat terapan (Applied Philosophy), secara sengaja buku ini dibagi kepada enam bagian agar penulisannya sesuai dengan ruang lingkupnya dan juga diharapkan pembaca akan dapat menyesuaikan diri dengan isu Aceh yang sudah familiar. Pembaca dapat saja memilih dari dua belas bab berkaitan dengan konsepsi Aceh yang disediakan dan tentunya dengan pilihan topik dan isu yang mengugah selera.
Pada bagian pertama, buku ini akan dijelaskan bingkai teoritis yang digunakan. Di sini, teori filsafat terapan dijelaskan dan bagaimana teori filsafat terapan teresebut digunakan dalam melihat Aceh. Kemudian pada bab pertama dan kedua, penulis menguraikan tentang apa itu filsafat dan bagaimana melihat Aceh dengan kaca mata filsafat secara gamblang dan dengan bahasa yang sederhana. Bagian ini bermamfaat bagi mahasiswa dan pengkaji filsafat karena memberikan ramuan bagaimana mengunakan filsafat dalam menrespon problematika suatu masyarakat.
Sementara bagian kedua hingga bagian kelima mebahas tentang isu-isu praktis di Aceh, apakah itu berkenaan dengan pendidikan, Akhlak, pola pikir, Agama, sejarah, hingga seni dan budaya. Pada bagian-bagian inilah praktisnya Aceh didapatkan dengan perspektif filsafat. Misalnya bagaimana pertikaian antara Wahhabi dengan kelompok dayah dilihat dari konseptualisasi Ahl al-sunnah wa al-jamaah, atau apakah seni Aceh sehingga posisi dayah sangat sentral bagi keberlangsungannya. Demikian juga tentang hakikat sejarah Aceh dan cikal bakal ke-Aceh-an dari Samudera Pasai.
Meskipun ulasannya tidak menilik lebih dalam pada level teoritis kefilsafatan dan tidak mengetengahkan gagasan-gagasan filosof berkaliber, namun buku ini cukuplah penting dalam mengembangkan filsafat terapan dalam lini lokal, khususnya masyarakat Aceh. Sebagaimana diketahui bahwa metode dan pendekatan filsafat dalam menyelesaikan isu-isu eksistensi suatu masyarakat sangat krusial dan bermamfaat praktis dalam membangun kolektifitas dan identitas budaya suatu masyarakat. Demikianlah garis besar tentang bagian terakhir buku ini, yaitu justifikasi dan konstribusi buku ini bagi penyelesaian kesemrautan Aceh kontemporer.